Rabu, 26 September 2007

Hidayah ramadhan

Banyak yang terjadi ramadhan kali ini.....
banyak hikmah yang bisa dipetik....


Selamat MENUNAIKAN IBADAH PUASA ROMADHON 1428 H.

Emang lapar, emang haus,
Tapi percayalah,....

Selalu banyak manfaat dan barokah dari Allah SWT.

Semoga apa yang dijalankan mendapat imbalan dari YANG MAHA KUASA...

Amin

Selasa, 18 September 2007

Ramadhan Tiba......

Horeeeee...........Marhaban ya Romadhon.....
Sudah hari ke-5 romadhon.... gak terasa ya,.... perasaan masih dua hari.
Yang lucu si Alif... gak pernah dapet satu hari penuh....
masih tengah hari aja, dah tereak2,..."bu...gak tahan, laper...laper"
Maksud ibunya sih supaya belajar puasa, setengah hari dulu juga gak papa. tapi Alif nya yang gak tahan, pulang sekolah jam 10 dah tereak2....laper..laper....

Puasa ya laper, kalo gak laper ya apa dong namanya?!!
Lain lagi dengan yang kecil, masih jam 9 dah minta susu.."bu...mimik cucuuuuuu..."
Wadoww, berabe dah ni anak.... padahal tiap hari ikutan sahur.....
tapi ya itulah... namanya juga baru 2 tahun setengah...

Trus apa coba yang kurang ajar dari dia belakangan ini....
Dia tuh suka buang angin sembarangan....
Masa' di depan neneknya buang2 gak bilang2..... Dah selesei kentut baru deh lari sambil tereak..
"wekkk, iden kentutt...."...(oo, dasar)

Kalo ibunya dah gemes, kena cubit dah tuh pantat.....
rasain Iden..... Atitt kannnn.....?????

Rabu, 12 September 2007

menjadi penulis-2

Bagaimana Cara Berlatih Menulis

Seseorang mengajukan pertanyaan seperti itu melalui email ke saya. Saya jawab pertanyaan itu, sambil merasa bahwa diri saya seorang pelatih yang mumpuni, bahwa “Anda harus menulis terus”, “Anda harus banyak membaca”, “Anda harus….”Saya benar-benar banyak lagak dalam menjawab email itu, tanpa mau tahu bahwa kata “harus” biasanya tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya.

Padahal, anda tahu, jika kata “harus” itu disampaikan ke saya, saya pasti akan berusaha sampai kelenger untuk menolaknya. Siapa yang mengharuskan saya?Entah menyenangkan atau tidak jawaban saya itu, sebetulnya saya ingin bilang bahwa keterampilan menulis mestinya juga diasah sebagaimana keterampilan-keterampilan lain diasah. Ia memerlukan disiplin. Ia memerlukan kekeraskepalaan. Dan ia memerlukan sistematika berlatih.Di waktu kecil, saya seorang pemain badminton kampungan yang selalu bertanding pada turnamen 17-an. Saya pemain hebat di kampung, dengan stamina luar biasa dan kemampuan memukul bola yang baik dan mau mengejar bola ke sudut-sudut mana pun.

Bagi sesama kampungan, saya pemain yang sulit ditundukkan.Di kampung lain ada pemain—kampungan juga, tetapi ia pernah beberapa tahun berlatih di sebuah klub di Semarang. Ia selalu menjadi juara di turnamen 17-an. Saya pernah bertanding melawan dia dan, di akhir pertandingan, dada saya terasa seperti akan rontok, nafas habis, martabat remuk, dan angka yang saya peroleh di tiap set—jika dijumlahkan—adalah 0.Lawan saya sempurna untuk ukuran kampungan. Smesnya tajam, langkah kakinya ciamik, tubuhnya lentur, tangannya bisa menjangkau bola di sudut mana pun, pengembalian bolanya yahud, dan ia tidak kelihatan lelah sama sekali. Ia menguasai segala teknik yang dibutuhkan untuk memenangi pertarungan. Ia mendapatkan teknik-teknik itu di klub tempat ia berlatih dulu. Teknik melakukan smes, ia paham. Teknik mengayunkan langkah, ia menguasai. Teknik mengecoh lawan, ia tahu. Teknik menguras tenaga lawan, ia mafhum. Teknik mempermalukan lawan, ia mengerti.

Pengembalian bolanya sungguh membuat saya gedandapan dan ia membuat saya menjadi badut di lapangan. Orang-orang yang menonton di tepi lapangan tertawa-tawa menikmati kesengsaraan saya. O, semoga Tuhan yang mahaadil menghukum seadil-adilnya gelak tawa mereka di atas penderitaan orang lain.

Mengambil pengalaman itu sebagai contoh, saya membayangkan bahwa seorang penulis pun kira-kira juga memerlukan penguasaan teknik sebagaimana pemain badminton harus menguasi seluruh teknik: melakukan smes, mengayunkan langkah kaki, mengembalikan bola ke sudut-sudut yang merepotkan lawan, memperkuat pergelangan tangan, dan sebagainya. Jika anda berlatih badminton, pelatih anda tidak akan bilang, “Badmintonlah terus!” Saya dulu hampir setiap hari bermain badminton dan hanya mendapatkan angka 0 melawan orang yang menguasai teknik.Jadi rasanya kita harus mulai curiga bahwa latihan menulis mungkin bukan sekadar: “Menulislah terus! Menulislah setiap hari! Menulislah tanpa kenal lelah!” Di lapangan badminton, cara seperti itu hanya melahirkan pemain badminton kampungan seperti saya, yang segera keok oleh lawan yang pernah mencicipi latihan di klub.Untuk menulis dengan baik, kita memang tentu saja harus berlatih rutin. Tetapi saya menyarankan berlatihlah seperti pemain badminton. Pada waktu-waktu tertentu anda mungkin hanya berlatih untuk membuat metafora, sampai anda menemukan kekuatan metafora dalam tulisan anda. Temukan juga metafora-metafora yang ditulis secara memikat oleh penulis-penulis lain. Pemain badminton juga memiliki waktu tersendiri untuk berlatih smes. Dan ia juga rajin mengamati dan mempelajari cara pemain lain menghunjamkan smes.Pada lain hari, anda mungkin perlu belajar membuat deskripsi. Cobalah membuat deskripsi saja sampai deskripsi anda benar-benar kuat. Pelajari bagaimana penulis-penulis yang baik membuat deskripsi yang hidup dan tidak membosankan.

Mungkin ini sama dengan pemain badminton yang sedang berlatih mengayunkan langkah atau melakukan reli panjang.Di saat lain lagi, anda perlu juga belajar membuat dialog yang menarik. Pelajari dialog-dialog yang cerdas, catat di mana daya tarik dialog yang dibikin oleh penulis lain, catat juga jika ada kelemahan dalam dialog tersebut menurut anda.

Tulis dialog anda sendiri—bisa saja anda iseng-iseng menulis dialog antara Napoleon Bonaparte dengan Pangeran Diponegoro. Apa kira-kira yang akan mereka percakapkan jika keduanya bertemu?Tentu masih ada banyak hal teknis yang masing-masing harus kita perkuat: latihan menciptakan konflik, latihan mendeskripsikan karakter, latihan membuat adegan, latihan menulis dengan tatabahasa yang benar. Dan sebagainya.

Jadi, jika anda sudah berlatih setiap hari dan frustrasi karena merasa tidak maju-maju, ada baiknya anda berlatih dengan tujuan-tujuan khusus seperti itu. Pada saatnya anda tak akan kesulitan dalam soal-soal teknis dan keterampilan menulis anda mudah-mudahan akan meningkat. Jika saat itu tiba, silakan berkompetisi.

Sumber : http://as-laksana.blogspot.com/2006/09/bagaimana-cara-berlatih-menulis.html

Selasa, 11 September 2007

menjadi penulis-1

16 Juli 2007 - 23:04 (Diposting oleh: Editor)WAWANCARA TINGKATKAN MOTIVASI MENULIS
Format buku dan wawancara mungkin merupakan dua hal yang sekilas susah disatukan. Tapi tampaknya hal itu bisa-bisa saja dilakukan dan bukan merupakan tabu. Apalagi kalau yang disampaikan memang menarik. Itulah salah satu yang bisa disimak dari buku Mengukir Kata Menata Kalimat (MKMK).
Dalam buku yang memaparkan rahasia Andrias Harefa menulis 30 buku best seller ini dibuktikan bahwa menulis itu sangat mudah. Betapa ngobrol selama 2 jam bisa ditulis dan dibukukan, meskipun jelas harus ada kedalaman dan keluasan pengetahuan dan wawasan dari yang diwawancara dan pewawancara.
Prinsipnya rekam saja obrolan yang menarik, lalu transkrip menjadi naskah tertulis serta tambahi dengan info-info yang bisa memperkaya dan menambah pemahaman pembaca. Ini semua tergantung kreativitas penulis untuk menambah dan mengurangi isi, asalkan tak terlalu menyimpang jauh bahasannya dan info yang ditambahkan memang relevan.
“Tapi karena gaya bicara Mas Andrias bagus dan komprehensif untuk dikutip, maka tidak ada data yang ditambah-kurangkan dalam editing. Semua pertanyaan dan jawaban dari wawancaralah yang ditulis dan dicetak dalam buku ini,” papar Edy Zaqeus, pewawancara, menjelaskan proses pembuatan buku.
Edy menambahkan pendekatan buku berisi 12 bab rahasia utama dan 50 tips jitu menulis yang sudah teruji itu memang agak berbeda. Dari pengamatan sangat jarang ada penerbit yang mau menerbitkan buku berisi wawancara dengan satu orang tentang satu topik khusus. Yang banyak ditemui adalah kumpulan wawancara yang dibukukan.
Cukup EfektifTentang pendekatan tanya jawab, dari pengalaman penulis cara ini memang cukup efektif. Satu wawancara dengan pakar NLP (Neuro-Linguistic Programming) Ronny F. Ronodirdjo yang dimuat di rubrik wawancara Pembelajar.com sejak lebih setahun lalu telah diklik/dibaca lebih dari 22.000 orang.
Yang istimewa, Ronny beberapa waktu lalu mengaku masih saja mendapat kontak dari mereka yang baru membaca wawancara tersebut. Ini bukan rekor karena masih ada beberapa wawancara dengan topik dan profil yang menarik yang bahkan lebih banyak diklik. Ada yang baru dimuat beberapa bulan telah diklik sekitar 20.000 orang.
Bagi penulis terus terang gaya ini memberi inspirasi untuk mewujudkan penulisan wawancara dalam bentuk buku tentang apa dan bagaimana tentang NLP secara lebih komprehensif. Yang jelas gaya mengalir sehingga lebih mudah dicerna pembaca karena tanya jawab yang spontan menjadi pertimbangan utama untuk melakukannya.

sumber : http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=943

Selasa, 04 September 2007

lagi bingungg.....

Bingung banget kalo lagi bete.....
Ada kerjaan bingung, gak ada kerjaan apa lagi....!!
Trus mo nya ngapain juga gak tau...
Terakhir ya gini doank....baca-baca artikel, dapat ilmu...
trus makan biar ndut....
gak tau lagu dah...
pening gw....